Surabaya, (shautululama) —“Sebelum membahas bahaya komunisme China sebagaimana implikasi kunjungan Prabowo ke Xi Jin Ping, al Faqir ingin membahas tentang ahlussunah wal jamaah dan politik,”Kyai Laode Heru Elyasa membuka forum Multaqo Ulama Aswaja Jawa Timur.
Forum kali ini membahas tema “Mewaspadai Bahaya Komunisme China, Adakah Implikasi Kunjungan Prabowo ke Presiden Xi Jin Ping ke Indonesia?” pada Ahad (7/4/2024). Pembahasan Multaqo di Jawa Timur memang pada siyasi (politik).
Menanggapi terkait istilah Aswaja, Kyai Heru menegaskan, jika Ahlussunah wal Jamaah itu siapa saja yang terikat dengan rasulullah, khulafaur rasyidin, dan berpegang dengan sunnah yang ditinggalkan rasul dan sahabat.
Berkaitan dengan pembahasan politik, lanjut Kyai Heru, jika ini jarang dibahas. Sementara ruang lainnya sudah dibahas oleh saudara kita. Harapannya ketika fokus pada pembahasan politik ini untuk menjauhkan makar negara kafir yang berusaha memberikan keburukan pada negeri ini.
“Yang disebut politik senantiasa terkait dengan sistem. Kemudian pengelolaan persoalan negara. Juga senantiasa terkait persoalan negara lain. Jadi juga membahas politik luar negeri,”jelasnya.
Lanjutnya, “Tidak ada keraguan dan bisa dipisahkan antara politik dan agama. Bahkan Rasulullah SAW diutus ke dunia tidak pernah berlepas dari persoalan politik.”
Penetapan UU dalam Islam kecuali hak dari Allah SWT. Jadi hak menetapkan hukum itu bukan termasuk persoalan fiqh, tapi ini persoalan tauhid.
“Jadi dalam menetapkan aturan politik yang berhak ialah Allah SWT. Sehingga yang berhak menetapkan benar dan salah, halal dan haram, itu bukan manusia,”bebernya jelas.
Selain itu, pembahasan siyasah (politik) tidak bisa dilepaskan dari khilafah. Karena untuk meralisasikan hak Allah dalam penetapan hukum hanya bisa terwujud dalam institusi khilafah.
“Islam itu memiliki fikroh. Cara untuk bisa menerapakan itu hanya khilafah. Demokrasi tidak didesain untuk menerapkan hukum Allah. Kerajaan tidak didesain untuk menerapkan hukum Allah,”lengkapnya.
Poin implikasi kehadiran Prabowo dengan Xi Jin Ping mendapat sorotan dari Kyai Heru Elyasa. Beliau mengibaratkan sebuah pertemanan. Ketika seorang penjual minyak wangi akan memberi minyak wangi dan mendapat bau harum darinya. Sedangkan pandai besi bisa memberikan percikan apinya ke baju kalian, atau mendapat asap yang tidak sedap.
“Dalam konteks ini Xi Jin Ping penjual minyak wangi atau pandai besi?”tanyanya retoris.
“Maka duduk bersama mereka yang buruk itu dilarang oleh Allah dan Rasul. Xi Jin Ping dipanggil sebagai the rise of ideological man. Dia adalah presiden yang akan membangkitkan kembali secara ideologi. Hal itu dituangkan dalam keputusannya mengembalikan ideologi marxisme dan leninisme,”tambahnya.
Multaqo’ ini dihadiri ulama dan asatidz, serta tokoh umat. Tujuannya untuk kian meneguhkan kembali perjuangan politik dengan menghadirkan Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam.[hn]