
Jakarta, (shatululama) —“Mengenai dua ideologi yaitu sosialisme-komunisme serta ideologi kapitalisme. Maka kedua ideologi ini ada perbedaan ataupun persamaan. Ideologi sosialisme komunisme adalah tidak bertuhan. Dikatakan Tuhan sudah mati. Di samping itu agama menjadi musuh. Sedangkan ideologi kapitalisme sekularisme demokrasi masih ada pengakuan terhadap agama,” tandas Habib Nahl Al-Athos pada Multaqa Ulama Aswaja Nusantara
Bertema “Menatap Masa Depan Negeri Kita, Pelajaran Peristiwa G30S PKI dan Carut Marut di Bawah Sistem Demokrasi” pada Ahad (29/9/2024). Habib membeberkan persamaan keduanya yaitu menyampaikan hukum aturan Allah dalam kehidupan. Agama dalam kehidupan agama hanya mengatur masalah ibadah ritual belaka.
“Demokrasi tidak sesuai dengan Islam. Demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat dalam artian hak membuat hukum ada di tangan manusia. Padahal Allah mengatakan sesungguhnya hak membuat hukum adalah di tangan Allah SWT,” ungkapnya.
Tambahnya, “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah mereka itu adalah orang-orang kafir zalim, dan fasik. Bagaimana mungkin kita lihat para pemimpin atau kelompok pemimpin akan menegakkan keadilan di Indonesia? Padahal jelas mereka tidak mau memutuskan perkara dari Allah.”
Habib yang merupakan Ulama Aswaja DIY menjelaskan tugas para alim ulama memberikan nasihat kepada penguasa dan juga kepada umat untuk kembali menegakkan Khilafah. Satu-satunya rahmat bagi seluruh alam.
Dr Muhammad Ryan, Ulama Aswaja Jawa Barat juga mengetengahkan pelajaran penting dari Maulid Nabi Muhammad SAW. Semangat ini menjadi semangat bersama untuk melakukan perubahan di tengah-tengah negeri yang penuh dengan problematika.
Berkaitan dengan bahaya komunisme, Dr Ryan menyampaikan bahwa beberapa waktu yang lalu kurang lebih sekitar bulan November 2023, Pak Prabowo dalam posisi sebagai Menhan mengingatkan pimpinan TNI untuk mewaspadai terkait dengan intelijen asing.
“Di Indonesia beliau mengatakan ya bahwa menurut laporan yang dipercaya dari negara besar. Banyak campur tangan intelijen asing yang kemudian terjadi di Timor-Timur, Ambon, Rempang, dan Papua,”kutipnya.
“Tidak menutup kemungkinan bahwa apa yang disebut dengan intelijen sebenarnya tidak hanya sekedar ditugaskan seperti CIA dan KGB. Seterusnya tetapi bisa juga dia adalah merupakan orang yang sengaja secara sistematis diposisikan mendapat dukungan masyarakat. Kebijakannya pun condong ke China,”ujarnya.
Begitupun bahaya OBOR (One Belt One Road) yang sempat mendapatkan sorotan pada Multaqa Ulama di Garut, Jawa Barat. Kemudian kita lihat hari ini Indonesia ada dalam belitan, dalam cengkeraman utang luar negeri. Termasuk di dalamnya itu adalah China dan ketergantungan China terhadap berbagai masalah seperti kasus kereta dan IKN.
Dr Riyan menegaskan pelajaran bahwa hari ini kita membutuhkan sistem yang baik yaitu sistem Islam dan Khilafah. Karena sesungguhnya sistem yang baik itu berasal dari Dzat Yang Maha Baik yaitu kedaulatan di tangan syariah.
“Yang kedua, orang yang baik yaitu orang yang mau taat kepada Allah dan rasul-Nya. Kemudian orang itulah memimpin umat menuju kejayaannya.” pesannya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat untuk para Kiai, ulama, dan semuanya diberikan keistiqomahan. Amin.[hn]