
Surabaya, Jatim (shautululama) – Kehidupan masyarakat yang begitu berat tak dapat membuka mata pemerintah untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang menambah berat beban rakyatnya. Menurut perhitungan Bank Dunia maka ada 40% atau 110 juta penduduk Indonesia yang tergolong miskin. Di sisi lain ada 10 juta penduduk generasi Z yang menganggur, tidak bersekolah, tidak ikut pelatihan dan tidak punya pekerjaan.
Ironinya, beban hidup masyarakat justru ditambah dengan diwajibkan pungutan untuk tapera, selain tapera sebelumnya para pekerja sudah dihadapkan pada berbagai pungutan, antara lain: Pajak Penghasilan (PPH), pungutan untuk BPJS Ketenagakerjaan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah naik menjadi 11% dan akan kembali naik menjadi 12% pada awal tahun 2025.
Oleh karena itu Para Ulama, Kyai, Asatidz dan Mubaligh berkumpul bersama mengadakan Multaqa Ulama Aswaja Surabaya, pada Hari Senin, 24 Juni 2024, dengan tema “Tapera serta Kurikulum Cabul dan Kekerasan, Bukti Nyata Kedzaliman dan Penghancuran Moral ala Demokrasi”. Agenda ini untuk memberikan pemahaman dan penyadaran pada umat serta solusinya, juga memberikan nasehat pada penguasa agar melindungi dan melayani rakyatnya. Acara dipandu oleh Kyai Suhail Karim (Da’i Indonesia), dengan tenang dan bersahaja beliau memandu jalannya acara. Acara diawali dengan Pembacaan ayat Suci Al Qur’an oleh Ust. Muwafiquddin dan Ust. Angga.
Dilanjutkan Shohibul Hajah Multaqo Aswaja Surabaya disampaikan oleh Ust. Puji Widodo (MT. Aqshol Madina) beliau menyampaikan para ulama menjadi warasatul Anbiya’, seharusnya menjadi garda terdepan dalam upaya untuk muhasabah fil Hukam kepada penguasa, bukan datang untuk mendapatkan kue kekuasaan dan kenikmatan dunia.
Selanjutnya sesi Kalimah minal ulama yang disampaikan Ustadz, Ulama dan Kyai Pengasuh majelis taklim secara bergantian berkesempatan menyampaikan penyikapan kebijakan pemerintah dan nasehat bagi penguasa. Diantaranya Kalimah minal Ulama yang disampaikan oleh Ust. Umar syahid (MT Al-Huda) : Seharusnya negara tahu diri atas beban rakyat dan kesulitan rakyat, rakyat sudah pontang panting untuk memenuhi hidup, tidak ada jaminan kesejahteraan dari negara. Kebijakan Tapera membuktikan negara melepas tanggung jawab untuk menyediakan papan bagi masyarakat.
Selanjutnya Ust. KH. Imam Indarto (Praktisi Pejuang Pendidikan) Inilah kondisi yang nyata saat ini yang kita lihat bahwa materi materi konten yang dimasukkan kurikulum pendidikan adalah nyata dilakukan oknum tertentu. Kenapa ini terjadi, karena kita hidup dalam sistem demokrasi, yang memberikan peluang manusia melakukan sesuatu, menghendaki hawa nafsunya yang bertentangan dengan tuntunan syariat Islam. Dalam kondisi yang berbahaya ini, sementara negara abai, bahkan memfasilitasi semua, apakah negara betul betul ingin mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dilanjutkan oleh Ust. Aminullurrohman (Da’i Surabaya) Jadi kedholiman bukan semata karena keimanan yang dianut namun ketika memutuskan sesuatu tidak besandar hukum Allah SWT, meski boleh jadi niatnya baik, bersandar pada pengalaman pengalaman masa hidup, tapi jika tidak besandar pada hukum Allah SWT maka akan jatuh pada kesesatan dan kedhaliman. Rakyat yang paling sengsara sudah jadi korban diterapkan produk hukum yang dhalim juga dapat dosa karena ikut andil dalam pesta demokrasi.
Dilanjutkan oleh Kyai Muh. Ismail Izzuddin (Komunitas Islam Kaffah Surabaya) Seharusnya negara menjamin kebutuhan pokok rakyatnya, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan. Apakah bisa negara menjamin itu semua ? jika seluruh kekayaan alam dikelola dan dikuasai negara bisa nggak menyejahterakan masyarakatnya, tentu saja bisa sejahtera semuanya baik muslim maupun non muslim.