Yogyakarta, DIY, (shautululama.co) — Sabtu, 30 Robiul Akhir 1445 H bertepatan dengan 2 November 2024 M, para ‘alim ulama, habaib, asatidz dan mubaligh berkumpul di wilayah Sleman dalam acara Multaqo Ulama Aswaja D.I. Yogyakarta. Adapun acara Multaqo Ulama Aswaja D.I. Yogyakarta ini diselenggarakan dengan tajuk “Menyongsong Tata Dunia Baru; Saatnya Tampil Pemimpin yang Amanah yang Siap Membebaskan Palestina”. Acara ini juga disiarkan live melalui FKU Aswaja Channel.
Dalam kalamnya, Kyai Edi Subroto (Pengasuh Majelis Rindu Qur’an Seturan, Yogyakarta) menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar karena warga negara di Indonesia ini mayoritas Muslim. Secara potensi dan wilayah Indonesia ini menjadi pilihan untuk dapat menanggung konsekuensi dari pilihan ketika masyarakat menghendaki Islam Kaffah. Beliau memberikan penekanan terhadap kata-kata dari Sayyidina Umar bin Khattab bahwa “sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan Allah SWT dengan Islam, maka kami tidak akan pernah mencari kemuliaan dengan selain Islam.”
Senada, Kyai Abah Narko Abu Fikri (Pengasuh Pondok Pesantren Aji Nurul Qawiyy, Sleman) menyampaikan bahwa Indonesia negeri Islam yang merupakan warisan dari para Sultan yang membentang mulai dari Sabang sampai Merauke. Ruh negeri dan bangsa Indonesia adalah Islam. Beliau juga memaparkan bahwa di Sumatra ada 11 kesultanan, di Jawa ada 13 kesultanan, di Sulawesi ada 29, di Maluku ada 7 kesultanan, di Papua ada 9 kesultanan, Kalimantan 12 kesultanan, Nusa Tenggara 6 kesultanan, dan tentu masih banyak lagi. Sumbangsih para sultan dan penguasa kaum muslimin untuk Indonesia “tidak ternilai” bahkan “tidak tergantikan”. Kesultanan-kesultanan tersebut sangat erat sekali hubungannya dengan Kekhilafahan Utsmani yang merupakan Negara Islam (Daulah Islamiyyah).
Pada puncak acara Ust. Bambang Susanto (Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Ar-Ridho, Bantul), memimpin pernyataan sikap ulama yang disampaikan dalam beberapa poin penting yaitu :
1. Bahwa kepemimpinan adalah amanah. Artinya siapa saja yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan harus menjalankan tugas pelayanan (ri’ayah) dan bertanggung jawab (mas’uliyah) terhadap kepentingan (hajat hidup) seluruh rakyat;
2. Bahwa terbentuknya pemerintahan baru tidak bisa diharapkan mampu mewujudkan tujuan nasional apabila sistem yang diterapkan adalah Kapitalisme-Demokrasi atau sistem Sosialisme-Komunisme;
3. Bahwa ruh negeri dan bangsa Indonesia adalah Islam. Sumbangsih para sultan dan penguasa kaum muslimin untuk Indonesia “tidak ternilai” dan bahkan “tidak tergantikan”. Dan, kesultanan-kesultanan tersebut sangat erat sekali hubungannya dengan Kekhilafahan Utsmani, yang notabene nya adalah negara Islam (Daulah Islamiyyah);
4. Bahwa merupakan sesuatu yang termasuk tidak beradab, brutal, tidak tahu diri dan tidak tahu rasa berterima kasih, serta ahistoris jikalau menjadikan umat Islam dan Islam, syariat Islam dan khilafah Islam sebagai musuh, dengan adanya sikap Islamophobia, dan radikalisme;
5. Bahwa “rumah besar” bagi bangsa Indonesia adalah Khilafah Islamiyyah, bukan Demokrasi-Kapitalis, bukan Sosialis-Komunis. Khilafah Islamiyyah akan mengantarkan Indonesia yang penduduk muslimnya terbesar di dunia menjadi negara adidaya (Daulatul Ula) di dunia menggeser kedudukan Amerika Serikat, Eropa, Rusia, dan China;
6. Bahwa sudah saatnya bangsa Indonesia menyongsong masa depannya dengan kepemimpinan yang amanah dalam sistem yang shahih, yaitu Khilafah Islamiyyah yang dengannya akan mampu membebaskan Palestina dan negeri-negeri Muslim yang terjajah dengan Jihad;
7. Saatnya memenuhi seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul Shallallahu alaihi wa Sallam, agar kebahagiaan, ketentraman, kedamaian keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran di dunia ini terwujud, serta keselamatan dan kebahagiaan di akhirat dapat dirasakan.