
Klaten, Jateng (shautululama) – Ahad, 26 Januari 2025, para ulama Aswaja Jateng mengadakan Multaqo Ulama di Klaten, dengan mengambil tema : “Kado Tahun Baru: Pajak PPN naik 12% Berkah atau Musibah? Bagaimana Pandangan dalam Islam”. Hadir tidak kurang dari 100 ulama, asatidz dan para muhibbin.
KH Ahmad Faiz, selaku shohibul bait menyatakan bahwa upaya dari pemerintah yang dari waktu ke waktu menggunakan segala cara untuk mendapatkan pemasukan, utamanya dengan menarik aneka ragam pajak adalah suatu kezaliman yang nyata.
Padahal Islam mempunyai konsep yang sangat lengkap bagaimana mengatur pengeluaran dan pemasukan negara. Konsep Islam inilah yang shohih dan terbukti mampu memakmurkan dan mensejahterakan rakyat, baik muslim maupun non muslim.
Sudah seharusnya para alim ulama menyampaikan pemahaman tenang kesempurnaan ajaran Islam ini. Yang tentunya memiliki solusi terhadap seluruh persoalan kehidupan manusia, termasuk bagaimana mensejahterakan rakyat.
KH Ainul Yaqin : sebagai shohibul hajjah menyampaikan bahwa Islam yang kita yakini sebagai sistem hidup ini adalah agama yang sempurna. Tidak ada perkara hukum kecuali dijelaskan oleh Islam.
Dalam Islam halal dan haram sudah jelas. Bagaimana mengatur manusia dari bangun tidur sampai bagaimana membangun negara. Sehingga bagaimana mengatur ekonomi suatu negara juga sudah jelas. Termasuk bagaimana persoalan pajak.
Menarik pajak dengan tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan syariah Islam, adalah haram. Pelakunya diancam dengan azab neraka yang mengirikan
Berikutnya KH. Sholahudin, Ulama Aswaja asal Surakarta menjelaskan mengapa pajak negara kita tinggi, karena kita meniru model nagara kapitalis. Dan anggaran yang ada, baik pemasukan dan pengeluarannya tidak memandang halal dan haram. Maka ketika anggaran defisit, hal yang dilakukan adalah hutang riba dan memungut pajak dari rakyat.
Berbeda dengan Islam, pemasukan anggaran negara salah satunya adalah dari kepemilikan umum, seperti hasil kekayaan SDA yang tentunya sangat melimpah. Maka bisa dijamin dengan melimpahnya SDA sudah bisa menutup pengeluaran negara. Ini baru dari pemasukan milik umum berupa hasil sumber daya alam, belum lagi dari ghanimah, khoroj, dll,
Kesempatan berikutnya Kyai Zahid Farhan Ulama Aswaja asal Cilacap menyoroti kedangkalan berpikir terkait dengan komparasi antara pajak dengan zakat. Ada yang berpendapat bahwa zakat itu memaksa dan pajak juga memaksa, maka sama saja antara zakat dengan pajak karena sama-sama dipaksa untuk membayarnya.
Padahal jelas berbeda antara zakat dan pajak. Besaran zakat cuma 2,5%, harta yang dizakatinya juga tertentu dan zakat dibayar setahun sekali, zakat juga diambil dari orang kaya kemudian diberikan kepada orang miskin.
Sementara pajak diambil juga dari orang miskin. Hampir semua jenis harta terkena pungutan pajak. Diambilnya bukan setahun sekali, hamper tiap hari ada pungutan pajak. Maka jelas, perbuatan memungut pajak adalah perilaku menyimpang.
Berikutnya, Al Ustadz Agus Ramadan ulama Aswaja asal Tegal menyatakan bahwa untuk menutupi belanja negara yang defisit, negara berhutang riba dan menaikkan pajak.
Pajak yang sangat memberatkan ini adalah berawal mula dari bagaimana negeri ini dimerdekakan. Para tokoh mengkonsep ketika negara ini dimerdekakan, yang tokoh-tokoh tersebut berhaluan sekuler liberal yang mensterilkan Islam yang coba diajukan oleh para ulama.
Selanjutnya Al Ustadz Naim Yasin Ulama Aswaja asal Purworejo : ketika kita membahas tentang karakter pemimpin Islam, tentunya kita harus mengambil pijakan dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi.
Pondasi kepemimpinan dalam Islam adalah berlaku adil, meringankan beban hidup rakyatnya dan memberikan keteladanan.
Al Ustadz Fadli Hudaya Ulama Aswaja asal Tegal menyampaikan bahwa filosofi pajak : kalau ingin bangun negara maka pajak yang dipungut harus tinggi. Otomatis rakyat akan semakin sengsara. Rakyat ibarat sapi perah, negara hadir ketika ada hasil yang diperoleh oleh rakyat.
Ini sama saja penjajahan negara terhadap rakyatnya.
Hal seperti ini tidak akan ditemukan dalam sistem Islam.
Terakhir Kyai Usman Zahid, Ulama Aswaja asal Solo menyampaikan nasehat kepada para penguasa. Jadi ini bukan dalam rangka provokasi, ungkapan kebencian apalagi makar. Tapi ini adalah nasehat, yaitu menghendaki kebaikan kepada orang lain.
Nasehat kepada penguasa terkait pajak, maka yang pertama kita ingatkan bahwa kita hidup di dunia ini tidak akan mendapatkan keberkahan dari Allah kecuali dengan taat kepada Allah. Karena tidak ada ceritanya kemaksiatan, kezaliman serta durhaka kepada Allah akan menghantarkan kepada kebaikan, baik di dunia maupun di akherat.