Tangerang, Banten, (shautululama)– Multaqo Ulama Aswaja Tangerang, Banten pada hari hari Kamis, 27 Juni 2024, mengambil tema “Tapera dan konten cabul dalam kurikulum adalah kedzahiman dan merusak ala demokrasi.” Multaqo ini dihadiri lebih dari enam puluh Ulama Aswaja Tangerang.
Acara di buka oleh pemandu acara kyai Nuthamid dan di lanjutkan Qori oleh santri Daarul Quran Pakuhaji Bagas Ardiyansah secara hidmat.
Hadir sebagai pembicara Kyai Fadhil Yusuf, Pengasuh Majelis Ta’lim al-Barokah Sepatan. Dalam kalamnya beliau menyampaikan bahwa, “Tapera cara haram mendapatkan uang dari rakyat, dan kurikulum saat ini ala demokrasi menghancurkan generasi”.
Tapera dalam PP No 21 Tahun 2024 mengatur tentang perubahan atas PP No 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang berlaku untuk seluruh pekerja di BUMN, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan perusahaan swasta.
Polemik Tapera sebenarnya sudah bergulir sejak pemerintah mengeluarkan PP No. 25 tahun 2020 menjadi pembicaraan setelah dirubah menjadi PP No. 21 Tahun 2024, meski beberapa besar tidak berubah namun tetap ada pemotongan 3% bagi pekerja untuk Tapera yang membebani rakyat. Program ini diluncurkan untuk memenuhi kebutuhan bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.
Mengapa haram dan dhalim? Karena pemotongan 3% dari gaji, akan mengakibatkan gaji yang diterima akan berkurang. Apalagi sebelumnya sudah dipotong Pajak Penghasilan (PPH), pungutan untuk BPJS Ketenagakerjaan, jaminan hari tua 2%, jaminan kematian 0,3 % dan sebagainya. Belum lagi kebutuhan hidup yang kian meroket, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah naik menjadi 11% dan akan kembali naik menjadi 12% pada awal tahun 2025. Seolah negara sudah kehabisa jalan untuk membiayai APBN, padahal sumber daya alam yang melimpah diserahkan kepada swasta dan dijadikan lahan korupsi bagi pejabat negara. Coba kalau pemerintah jeli, berpihak pada kepentingan rakyat, maka kebijakan tersebut tidak ada muncul.
Sementara terkait dengan konten kekerasan dan cabul dalam kurikulum pendidikan, ini merupakan musibah besar bagi generasi penerus bangsa. Bangsa ini memiliki tujuan pendidikan nasional diantaranya mencerdaskan kehidupan bangsa dan bernegara. Pertanyaannya apakah dengan konten kekerasan dan cabul dalam kurikulum pendidkan, bangsa ini menjadi cerdas? Dengan disuguhi bacaan-bacaan porno dan yang berbau kekerasan, bahwa tontonan yang menjijikan, jorok apakah bisa mencerdaskan bangsa atau malah menjatuhkan derajat bangsa pada derajat hewani. Ulama sebagai pewaris nabi, harus bersuara, menggoreksi kebijakan Menteri Pendidkan yang menjerumuskan negara pada dekadensi moral. Kalau para ulama, kyai, ustad sebagai penjaga aqidah umat diam, maka sama halnya dengan merestui perusakan generasi secara terstruktur.
Pembicara selanjutnya ustadz Iqbal menyampaikan: “Solusi yang tepat dari dua masalah ini adalah Islam”. Oleh karena itu, bangsa ini harus dikelola dengan syariah Islam, baik dalam pendidikan, mengelolaan sumber daya, penyelenggaran negara dan semua aspek kehidupan harus diatur dengan Islam. Jika tidak maka, sumber daya alam yang berlimpah, akan menjadi bencana bukannya menjadi berkah.
Menjadi rebutan para pengusaha, para penguasa untuk menguasai bagi kepentingan keluarganya, partainya agar mereka bisa bertahan lama menguasai, menikmati sumber daya alam. Mereka lupa bahwa kelak akan mati dan akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatan dan kepemimpinannya. Mungkin saat ini mereka bisa lepas dari jeretan hukum, bisa berdiplomasi karena mereka yang mengatur kekuasaan. Namun ketahuilah bahwa semua kejahatan, kedhaliman itu akan ditampak di ahkerat dan akan menjadi kehinaan bagi para pelakunya.
Acara multaqo berlangsung dengan penuh antusia, ditutup doa oleh kyai Munir dan foto bersama.