
Jakarta, (shautululama) —Multaqa Ulama Aswaja Se-Nusantara, Sabtu (19/10/2024), “Menyongsong Indonesia Baru, Buang Komunisme Tinggalkan Demokrasi Saatnya Hadir Pemimpin Amanah” menghasilkan beberapa kesepakatan. Semangat seruan pun tampak pada poin-poin yang diterima oleh redaksi shautululama, berupa pernyataan sikap Ulama Aswaja Se-Nusantara.
Berikut isi lengkapnya:
Sebentar lagi, tepatnya tanggal 20 Oktober 2024, bangsa Indonesia akan memiliki pemerintahan baru. Pada tanggal tersebut presiden dan wakil presiden yang terpilih melalui pemilu pada Pebruari yang lalu akan dilantik, menyusul DPR yang telah dilantik sebelumnya.
Walhasil, pemerintahan model Trias Politika ala demokrasi yang akan terbentuk, yang akan menerapkan sistem Kapitalisme-Demokrasi bila condong ke Amerika Serikat atau sistem sosialisme-komunisme apabila condong ke China.
Kedua sistem tersebut pernah dan tengah diterapkan oleh pemerintah yang terbentuk sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia. Dan dua sistem tersebutlah yang mengakibatkan rusaknya tatanan sosial bangsa Indonesia, rusak dan merosotnya moral generasi bangsa, rusak dan menipisnya kekayaan alam Indonesia, terancamnya kesatuan dan kedaulatan bangsa Indonesia, tercengkeramnya Indonesia oleh asing dan aseng, serta kerusakan-kerusakan lainnya.
Pada saat yang sama, Islam dan Umat Islam masih dianggap sebagai pihak yang mengancam dan membahayakan Indonesia. Islamophobia masih dijadikan sebagai penghias pikiran umum.
Oleh karena itu, pada momentum menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden Kami para Ulama Aswaja melalui Multaqa Ulama Aswaja se-Nusantara menyampaikan nasihat sebagai berikut:
1. Bahwa kepemimpinan adalah amanah. Artinya siapa saja yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan harus menjalankan tugas pelayanan (ri’ayah) dan bertanggung jawab (mas’uliyah) terhadap kepentingan (hajat hidup) seluruh rakyat. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam bersabda:
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …
“ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya…” (HR. Al-Bukhari)
Menyia-nyiakan amanah akan berakibat kehinaan dan penyesalan di akhirat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam kepada Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu saat minta diangkat sebagai pejabat:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا
“Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR. Muslim)
2. Bahwa terbentuknya pemerintahan baru tidak bisa diharapkan mampu mewujudkan tujuan nasional apabila sistem yang diterapkan adalah Kapitalisme-Demokrasi atau sistem sosialisme-komunisme, sebab keduanya telah terbukti tidak mampu menjadikan negeri dan bangsa Indonesia lebih baik, tetapi justru mengakibatkan negeri dan bangsa yang kaya sumber daya alam ini “menuju stagflasi”, bahkan mengarah untuk menjadi “negara gagal”;
3. Bahwa ruh negeri dan bangsa Indonesia adalah Islam. Artinya, wilayah, negeri dan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke sebagian besar –kalau tidak bisa dikatakan semuanya– adalah “bekas” wilayah kesultanan-kesultanan Islam. Sumbang sih para sultan dan penguasa kaum muslimin untuk Indonesia “tidak ternilai” dan bahkan tidak tergantikan”. Dan, kesultanan-kesultanan tersebut sangat erat sekali hubungannya dengan kekhilafahan utsmani, yang notabene nya adalah negara Islam (daulah Islamiyyah);
4. Bahwa merupakan sesuatu yang termasuk tidak beradab, brutal, tidak tahu diri dan tidak tahu rasa berterima kasih, serta a historis kalau menjadikan umat Islam dan Islam, syariat Islam dan khilafah Islam sebagai musuh, dengan adanya sikap Islamophobia, dan radikalisme;
5. Bahwa “rumah besar” bagi bangsa Indonesia adalah Khilafah Islamiyyah, bukan demokrasi-kapitalis, bukan sosialis-komunis. Khilafah Islamiyyah akan mengantarkan Indonesia yang penduduk muslimnya terbesar di dunia menjadi negara adidaya (daulatul ula) di dunia menggeser kedudukan Amerika Serikat, Eropa, Rusia dan China.
6. Bahwa sudah saatnya bangsa Indonesia menyongsong masa depannya dengan kepemimpinan yang amanah dalam sistem yang sahih, yaitu Khilafah Islamiyyah, buang komunisme dan tinggalkan demokrasi;
7. Saatnya memenuhi seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa Sallam, agar kebahagiaan, ketentraman, kedamaian keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran di dunia ini terwujud, serta keselamatan dan kebahagiaan di akhirat dapat dirasakan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kalian akan dihimpunkan.” (QS. Al-Anfal: 24)
Demikian pernyataan sikap kami, semoga Allah meridhoi kita semua.
وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْم
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ
اِهْدِنَاالصٍرَاطَ الْمُيسْتَقِيْم
Jakarta,
Sabtu, 16 Robiul Akhir 1446 H
19 Oktober 2024
Semoga dengan seruan kebaikan ini umat semakin sadar untuk berharap hanya kepada Allah. Tentunya itu akan terwujud dalam penerapan Islam secara kaffah dalam Khilafah.[hn]