Surabaya, (shautululama) —Peran aktif Indonesia akan terlihat jika menerapkan sistem Khilafah pembebas dari dominasi oligarki di Indonesia dan dominasi negara-negara penjajah wabil khusus di Palestina. Hal itu menjadi topik kalam minal ulama dari Kyai Sholahuddin Fatih. Beliah hadir pada Multaqa Ulama Aswaja Jawa Timur “Menyongsong Indonesia Baru, Saatnya Membuang Komunisme dan Demokrasi”, Ahad (3/11/2024).
Paparan awalnya menegaskan demokrasi tegak atas asas sekuler. Akidahnya itu sekuler fasluddin anil hayah artinya menganggap bahwa tidak ada kaitan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
“Apa yang dilakukan di dunia tidak berlaku nanti di akhirat. Ini beda dengan Islam. Kalau Islam senantiasa mengkaitkan antara sebelum dunia dunia dan setelahnya,” ungkapnya.
Sistem pemerintahan demokrasi bertumpu pada kekuasan yang diserahkan kepada rakyat. Sistem ekonominya kapitalisitik yang memberikan kebebasan kepada individu untuk memiliki apapun. Sehingga, menurut Kyai Sholahuddin, yang kaya itu menang dan melindas yang lain. Asasnya pun manfaat.
Kyai Sholahuddin menyontohkan pemilu 2024. Partai politik berkolaborasi dalam kontestasi politik tidak lagi menjadikan basis ideologi partai. Terdapat partai yang dianggap partai islam bisa bergabung dengan partai yang nasionalis.
“Terus yang dijadikan pijakan adalah pragmatisme dan transaksional. Transaksi aku dapat apa dukung kamu itu yang dijadikan pragmatis dan transaksional basis ideologi dihilangkan,” bebernya.
Sehingga wajar, lanjut Kyai Sholahuddin, dalam konteks politik itu yang dulu musuh menjadi kawan. Fatalnya rakyat kita lupa rakyat kita lupa ya tahun 2014 ini berkoalisi sama mana kemudian tahun 2019 ini berkoalisi sama mana. Kemudian tahun 2024 bakal sama mana. Ini dulu musuh ternyata sekarang lawan. Dulu lawan sekarang musuh.
Beliau menengarai kondisi pragmatisme dan transaksional membentuk kekuasaan yang oligarki. Jadi mekanisme kekuasaan yang berpusat pada orang-orang tertentu. Akhirnya begitu nanti orang-orang yang bisa bergabung dengan sama bekerja sama dengan dia yang temannya banyak. Tentunya juga yang punya modal banyak.
“Dia akan bisa membeli partai apapun. Siapapun akan bisa dibeli. Jadi kamu harga berapa? Suaranya bisa dibeli, itu yang terjadi,”bebernya geram.
Di sisi lain, Kyai Sholahuddin Fatih menyinggung nasib umat Islam di Palestina. Secara sisi sejarah, Zionisme sebagai sebuah gerakan agama dan sebagai sebuah gerakan politik. Theodore Herzel membangun kekuatan besar menyatukan Zionis Yahudi dalam satu negara.
“Dia tahu ada sebagian Yahudi yang tidak setuju dengan mendirikan Negara Yahudi. Karena mereka gak punya negara kalau ide itu digolkan berarti harus merampas negara orang lain. Jadi secara internal juga ada konflik,”ungkapnya.
Theodor akhirnya menemui Sultan Abdul Hamid II. Dia meminta izin untuk bisa memiliki daerah yang namanya Palestina untuk orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Jawaban Sultan Abdul Hamid 2 waktu itu dia bilang: “Tanah ini bukan milikku ini milik kaum muslimin. Ini milik orang Islam. Ini tanah khorajiyah maka ngak mungkin melepaskan tanah ini. Apalagi memberikan kepada musuhku.”
Sejarah menunjukkan bahwa yang menjadi pelindung negeri-negeri umat Islam adalah khilafah. Sungguh Imam khalifah itu perisai. Jadi tujuannya mencegah orang atau mencegah musuh untuk menyerang atau menyakiti umat umat Islam.
“Secara Syari begitu Fakta politik apalagi sudah gamblang dan orang-orang kafir begitu paham bahwa tidak bisa mereka menguasai Negeri kaum muslimin kecuali jadi tamengnya (khilafah) itu harus dihilangkan,”tandasnya.
Oleh karena itu ketika ingin menyelamatkan negeri-negeri kam muslimin maka jalannya satu mengembalikan Khilafah Isam.[hn]