Surabaya (shautululama) — “Ternyata demokrasi itu yang terus mengalami perubahan-perubahan tak pula kunjung bisa mengantarkan kepada kesejahteraan yang nyata,” ungkap Kyai Dr Fahrul Ulum pada Multaqa Ulama Aswaja Jawa Timur “Menyongsong Indonesia Baru, Saatnya Membuang Komunisme dan Demokrasi”, Ahad (3/11/2024).
Kondisi ketimpangan kesejahteraan ekonomi terjadi di pusat demokrasi, Amerika Serikat. Terjadi demo cukup besar Occupy Wall Street meneriakkan slogan 99%. Kesejahteraan yang diterapkan demokrasi hanya 1%, sedangkan 99% tidak didapat kesejahteraan.
Artinya, Dr Fahrul menilai bahwa demokrasi itu tidak akan pernah bisa mengantarkan kepada kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat di level dunia. Kalau kemudian kita tarik di level nasional ternyata juga demokrasi itu tidak pernah bisa mengantarkan kepada pengentasan kemiskinan.
“Kita ambil contoh kemiskinan masih cukup tinggi yaitu sekitar 26 juta penduduk. Kita Masih miskin itu pakai garis kemiskinan nasional. Kalau pakai garis kemiskinan World Bank itu bisa jauh mendekati 100 juta penduduk,” ujarnya dengan data.
Tambahnya, “Pengangguran kita juga bisa sangat tinggi. Misalkan sekarang ini
ada sekitar 8 juta yang menganggur terbesar di ASEAN. Anehnya pengangguran kita itu sebagian besar adalah laki-laki. Inilah alam demokrasi.”
Dr Fahrul Ulum yang juga pemerhati ekonomi menilai pertumbuhan ekonomi di banyak negara-negara yang menganut demokrasi tidak cukup bagus. Pertumbuhan ekonomi paling rata-rata hanya sekitar 4%. Itu pun sebenarnya pertumbuhan sudah menghitung sektor-sektor non riil. Seperti sektor keuangan.
“Padahal kalau kita memasukkan sektor keuangan di dalam mengukur pertumbuhan ekonomi itu dusta. Karena ada The Bubble Economic. Ekonomi yang gelembung karena sektor non riil dimasukkan di dalam ukuran pertumbuhan ekonomi. Makanya kemudian pertumbuhan ekonomi itu tidak selalu mencerminkan kesejahteraan yang nyata di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Dr Fahrul menceritakan pengalamannya ketika ziarah ke Sunan Ampel. Terdapat prasasti ternyata di situ tahun 1402 kemudian VOC itu hadirkan 1602. Berartikan 200 tahun, maka dari itu Sunan Kalijogo dulu menggambarkan rakyat yang diatur dengan Islam itu digambarkan seperti ijo royo-royo tak senggo temanten anyar.
“Itu adalah gambaran betapa indahnya masyarakat ketika itu ijo royo-royo tak senggo temanten anyar satu pemandangan yang indah. Temanten anyar itu saking gembiranya seperti temanten anyar. Masyaallah itulah yang pas diterapkan di tengah-tengah kaum muslimin,” serunya.
Kehadiran ulama Aswaja pada Multaqa menjadi kesadaran dalam mendakwahkan Islam di tengah masyarakat. Secara ruh Islam sebagai sistem kehidupan yang mengatur manusia.[hn]