
Bandar Lampung, (shautululama) – Ahad, 27 Januari 2025, acara Multaqo Ulama Aswaja Lampung dihadiri oleh lebih dari 30 tokoh ulama, kyai, dan pengasuh pondok pesantren dari berbagai wilayah Lampung. Inisiatif oleh Majmu’atul Ulama Annahdlah (M.U.A.) ini mengusung tema “Isra’ Mi’raj dan Legacy Kepemimpinan Dunia”, membedah warisan kepemimpinan Islam dan urgensi penegakan hukum Allah di muka bumi.
Acara dibuka oleh Kyai Bustomi Aljawy, Ketua M.U.A., yang juga bertindak sebagai moderator. Sementara KH. Yasin Muthohar, pengasuh Pondok Pesantren Al Abqori Banten, hadir sebagai pemateri utama, menyampaikan gagasan besar tentang peran kaum muslimin dalam menegakkan kepemimpinan Islam.
KH. Yasin Muthohar, membuka diskusi dengan menegaskan bahwa tegaknya hukum Allah tidak mungkin terjadi tanpa eksistensi negara Islam. “Itu berarti apa? Hukum Allah tidak akan bisa tegak kecuali kaum Muslimin punya negara,” tegasnya. Ia mengutip firman Allah dalam Al-Baqarah 30, menegaskan konsep *khalifah* bukan sekadar simbol, tetapi sistem yang harus ditegakkan.
Dukungan terhadap urgensi kepemimpinan Islam juga ditegaskan dengan rujukan Imam Al-Qurthubi dalam *Al-Jâmi’ li Ahkâm Al-Qur’ân*. “Tidak ada khilaf di antara para imam madzhab tentang kewajiban mengangkat khalifah,” papar KH. Yasin, mengkritik pihak yang menganggap urusan kepemimpinan sebagai hal sekunder.
Kritik Sosial dan Politik: Islam yang Tersandera
Forum ini tak sekadar menjadi kajian teks, tetapi juga medan kritik terhadap realitas politik umat Islam saat ini. Ustadz Edy Azhari dari DPW DDI Lampung menyoroti fragmentasi umat yang berjalan sendiri-sendiri, melemah akibat infiltrasi kepentingan eksternal. “Perubahan itu dari kekuatan umat, tapi selalu disusupi, dilemahkan dan akhirnya bubar” ujarnya.
Senada, Habib Umar Assegaf dari FPI mengungkapkan keprihatinannya terhadap kriminalisasi aktivis Islam. “Ada beberapa teman kita yang ditangkap hanya karena membela sengketa tanah umat,” keluhnya, menyoroti ketidakadilan hukum.
Ustadz Sya’ari Pengasuh PP Nurul Huda Pesawaran menambahkan dimensi filosofis dalam perdebatan ini. “Sebuah rumusan bisa dikatakan benar jika aplikasinya juga benar. Semua bisa mengklaim kebenaran, tapi realitanya Islam adalah yang paling benar,” paparnya.
Dalam sesi tanya-jawab, perdebatan semakin mengerucut pada pertanyaan fundamental: bagaimana umat Islam seharusnya bersikap? Ustadz Anshori mengangkat dilema dukungan terhadap kepemimpinan: “Qola Kiyai Yasin, siapa yang lebih dulu kita dukung?”
Jawaban dari pemateri tegas: “Islam itu ada *fikroh* dan *thariqoh*. Beda *fikroh* dan *thariqoh* jangan membuat kita terpecah. Kita harus sepakat pada pangkal masalah,” ujar KH. Yasin. Menutup forum, ia mengutip QS. At-Taubah 105 sebagai pengingat bahwa setiap amal akan dipertanggung jawabkan:
_”Katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu…”_
Multaqo ini menegaskan satu hal: kepemimpinan Islam bukan sekadar wacana, melainkan warisan perjuangan yang harus terus diperjuangkan. [rr]