
Surabaya, (shautululama) —Merespon kado pahit awal tahun 2025 kenaikan PPN 12%, Kyai La Ode Heru Elyasa (Ulama Aswaja Jawa Timur) mengingatkan agar tidak fokus pada kenaikan, tapi juga pajak itu sendiri. Beliau mengibaratkan seseorang minum khamr yang dinaikan kadar alkoholnya itu sudah haram. Tidak dinaikkan pun haram. Karena yang haram di alkoholnya.
“Kita terus menyampaikan dakwah kebenaran ini yang mempunyai tanggung jawab masing-masing. Kita tidak akan pernah berhenti memberikan nasehat sebagai bentuk kasih sayang kepada negeri ini.” ujarnya mengawali pembicaraan pada Multaqo Ulama Jawa Timur, Ahad (5/1/2024).
Lanjutnya, “Siapa yang mengambil bukan haknya, maka akan ditanya oleh Allah SWT di akhirat.”ungkapnya di acara yang bertema:” Kado Tahun Baru, Kenaikan PPN 12%, Berkah Atau Musibah. Bagaimana Dalam Islam? ”
Bersambung ke KH Iffin Masrukhan mengomentari kenaikan PPN 12%. Beliau mengecek pembelian di struk ada PPN 12%.
“Kalau dikatakan untuk kelas atas barang mewah itu omong kosong. Nah, kenapa PPN 12% disahkan. Begitu banyak jenis pajak di negeri ini. Mulai PPB, BPKB, bahkan mau buang air kecil kena pajak harus bayar,”ujarnya.
“Ini suatu kenyataan yang terjadi ketika diatur oleh kapitalisme. Berangkat dari kas negara yang kesulitan untuk membayar utang. Sementara utang harus dibayar. Jangankan utang. Bayar bunga saja kesulitan,”katanya geram.
Kyai Iffin membongkar jika APBN sistem kapitalisme bersumber pada utang, pajak, dan pendapatan yang tidak besar. Sebenarnya sumber daya alam besar, namun dikeola secara kapitalisme dapat pajak, sehingga pendapatannya kecil.
“Dalam pandangan Islam jika APBN kuat, maka bersumber pada syariah Islam. Terdapat 12 macam sumber pendapatan APBN dalam islam yang sesuai al-qur’an dan sunnah. Insya Allah negara tidak akan kekurangan keuangan,”bebernya.
Kebijakan yang dibuat oleh pusat, lanjut Kyai Iffin, daerah-daerah bisa menikmati. Jika ada yang surplus maka bisa membantu daerah yang minus. Secara garis besar kepemilikan harta dalam Islam ada tiga. Ada kepemilikan individu, umum, dan negara.
“Mekanisme kepemilikan individu pakai mekanisme pasar syariah. Sedangkan kepemilikan umum dan negara pelaksananya negara. Semua kepemilikan itu akan masuk ke kas negara (baitul mal). Ini adalah lembaga yang dikontrol negara secara langsung,”tambahnya.
“Minyak bumi, batu bara, termauk mineral nuklir, jika dikelola sendiri besar sekali. Jika hasil emas Freeport bisa cukup menghidupi rakyat Indonesia. bahkan batu bara bisa mengasih orang per kepala 20 juta. Masalahnya tambang di Indonesia dikonsesikan kepada asing. Pemerintah hanya mendapatkan royalti dalam pajak,”tegas Kyai Iffin.
Kasus korupsi 271 triliun, kata Kyai Iffin, hanya dihukum 6,5 tahun. Berbeda dengan ibu-ibu pencuri kayu. Kalau dalam Islam harta korupsi itu akan diambil negara. Berkaitan dengan dharibah dalam Islam merupakan pungutan tidak tetap. Hanya dipakai ketika kondisi negara kosong kas.
Penjelasan Kyai Iffin berkaitan konsep kompensasi pengelolaan sumber daya alam dalam Islam begitu agung. Hasil dari itu digunakan untuk biaya pendidikan, keamanan, kesehatan, gratis ditanggung oleh negara.
“Itu artinya hubungan penguasa dengan rakyat berupa riayah. Beda dengan sistem kapitalisme yang menjadikan hubungan penguasa dengan rakyat berupa bisnis,”ujarnya geram.
Acara ini mendapatkan perhatian luas dari peserta yang hadir. Penonton yang menyaksikan secara live streaming memberikan komentar positif.[hni]