
Surabaya (shautululama) —KH Muhammad Asrori Muzakki menjelaskan ideal kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan itu harus didasarkan kepada keimanan. Kedua kepemimpinan itu harus didasari untuk jiwa pelayan terhadap umat. Ketiga kepemimpinan itu harus dijalankan dengan keadilan. Berkaitan dengan hal itu disampaikan pada Multaqo Ulama Jawa Timur, Ahad (5/1/2024),” Kado Tahun Baru, Kenaikan PPN 12%, Berkah Atau Musibah. Bagaimana Dalam Islam? ”
“Kepemimpinan didasarkan kepada keimanan itu dipilih dan ditaatai sebagaimana Rasulullah SAW. Dasar keimanan inilah seorang pemimpin itu harus menyadari untuk apa dia dipilih menjadi pemimpin. Para pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian,”tambahnya.
Tambahnya,”Seorang pemimpin tidak dituntut untuk kepentingan dirinya sendiri. Pemimpin itu diangkat menjaga kebaikan, maka semestinya pemimpin itu tidak berperilaku kecuali yang diizinkan Allah.”
“Pajak dalam pandangan Islam itu haram. Baik dan buruknya maka semestinya pemimpin itu menjauhi perihal ini (pajak). Karena ini sesuatu yang bisa menyengsarakan rakyatnya,” ujarnya.
Kedua, lanjut Kyai Asrori, seorang pemimpin harus memahami kapasitas dirinya. Pemimpin suatu kaum itu adalah pelayan mereka. Artinya di sini seorang pemimpin harus memahami keberadaannya dia dipimpin diangkat menjadi pemimpin itu dalam rangka untuk melayani rakyatnya.
“Memperhatikan apa yang yang menjadi kebutuhan asasi rakyatnya. Bukan malah membebani rakyat. Rakyat dijadikan sebagai mangsa yang perlu dipalak. Kalau tadi digambarkan mulai pembicara yang lainnya gak ada satu hal pun yang tidak diperas mulai dari Hilir sampai hulu,”paparnya.
Pemajakan pada setiap hal ini menunjukan bukan ranah riayah. Malah ranah jibayah. Rakyat dijadikan mangsa yang siap dipakak. Pemalakan ini eujud tidak pahamnya penguasa akan posisinya sebagai penjaga dan pelayan umat.
Seorang pemimpin disuruh adil. Bahkan pemimpin yang adil termasuk tujuh golongan yang mendapatkan perlindungan kelak di hari kiamat. Oleh karena itu Allah juga menyampaikan siapun pemimpin yang tidak menerapkan hukum-hukum Allah bisa kategori dzalim. Pemimpin dzalim itu lawan dari kata adil.
“Pemimpin yang zalim kalau ada pemimpin yang kemudian tidak mau menerapkan Allah hukum Allah. Selaras dalam firman Allah: “Apakah hukum-hukum jahiliah yang mereka cari dan Siapakah yang lebih baik hukumnya bagi orang-orang yang yakin,”tambahnya.
Kyai Asrori mendorong para ulama memiliki kewajiban untuk Muhasabah kepada hukam. Artinya harus ingatkan kepada penguasa. Penguasa ingin berhasil menjadi pemimpin ideal maka dia harus menempuh tiga ini. Pemimpin harus mendasari kepemimpinannya kepada Iman. Kemudian kepemimpinan dalam rangka untuk riayah, bukan jibayah.
“Keadilan tidak didapat kecuali dengan Islam maka kita serukan kepada penguasa untuk menerapkan syariat Allah SWT.Syariat Allah SWT tidak bisa diterapkan kecuali dengan hukum atau sistem yang diwarisi oleh Nabi dan dilanjutkan oleh para sahabat yang namanya khilaah ala minhajin nubuwah,”ungkapnya.
Kyai Asrori menilai Pak Prabowo sudah sadar beliau imperium Utsmani yang berkuasa selama 600 tahun. Impreium Utsmania dalam bahasa ulama adalah Khilafah Utsmaniyah. Sesungguhnya letak dasar keberhasilan Kekhilafahan Utsmani terletak pada dasar keimanan dan penerapan syariah Allah SWT.
“Jalan untuk menuju kejayaan dan jalan untuk menuju kebagiaan di dunia dan akhirat. Maka oleh karena itu Pak Prabowo Mari bersama-sama kita tegakkan Syariah Khilafah ala minhajin nubuwah,”ajaknya kepada penguasa muslim di negeri ini.[hni]