Surabaya, Jatim (shautululama—”Demokrasi ternyata memanfaatkan Islam untuk dipakai orang lain mencapai tujuan politiknya”,ungkap Kyai Iffin Masrukhan di awal paparannya. Beliau hadir pada Multaqa Ulama Aswaja Jawa Timur membahas “Menakar Keberhasilan Dakwah Islam Melalui Mekanisme Demokrasi”, Ahad (31/3/2024).
Sungguh sangat menarik, tema yang disampaikan Kyai Iffin Masrukhan yaitu “Dakwah Jalur Politik Adalah Aktifitas Mulia Jika Mengambil Manhaj Dakwah Rasululah. Ulama Harus Menjadi Subyek Bukan Obyek Penderita yang Selalu Dikendalikan dan Dimanfaatkan.”
“Kekuasaan penting bagi umat Islam untuk menjaga al-Qur’an,”jelasnya.
Menanggapi kondisi umat Islam saat ini, Kyai Iffin menyampaikan jika masih menjadi obyek sasaran belum sebagai pelaku (subyek). Yang Namanya menjadi obyek penderita maka menderita terus dari orde lama sampai orde sekarang. Penderitaan meliputi ekonomi, politik, budaya, dan seterusnya.
“Makanya umat Islam sekarang galau. Apa yang harus kita lakukan ialah merubah orientasi dakwah kembali kepada manhaj Nabi Muhammad SAW. Kalau berdakwah melalui jalan demokrasi yang terjadi pasti dicurangi dan terus kalah. Selain itu berdosa karena tidak sesuai Syariah,”tandasnya meyakinkankan kepada peserta.
Lanjutnya, “Perjuangan politik sesuai Islam yakni ri’ayatul syu’unil ummah. Artinya umat Islam dan ulama mengikuti jalan kenabian. Jalan politik inilah nabi Muhammad meminta kekuasaan kepada Allah. Kekuasaan yang menolong.”
Sambung kyai Ali Syafiudin yang menyampaikan pesan bertema “Dakwah Melalui Demokrasi Pasti Bersifat Pragmatis. Mengejar Kemenangan Semu dengan Meninggalkan Idealisme Islam yang Mewajibkan Terikat dengan Hukum Syara’.”
“Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat atau kedaulatan rakyat. Demokrasi berasal dari ideologi kapitalisme yang berlandaskan memisahkan agama dari kehidupan,”buka Kyai Ali Syafiudin.
Dalam demokrasi suara mayoritas merupakan sesuatu yang diagungkan. Karena menjadi penentu kebenaran, baik sesuai dengan Syariah atau tidak. Hal ini karena demokrasi berdasarkan kebebasan. Padahal tidak ada kebebasan dalam Islam, kecuali keterikatan dengan hokum Syariah.
“Standar dalam demokrasi itu manfaat. Bukan halal dan haram. Sehingga kita banyak melihat para politikus dan partai politik yang bersifat pragmatis dan oportunis,”ungkapnya.
Kalau saat ini, lanjut Kyai Ali, mereka berkoalisi mengegolkan calonnya. Esok harinya karena berbeda kepentingan maka bisa jadi lawan. Ruwet karena dalam demokrasi tidak ada lawan yang ada kepentingan abadi.
Dakwah dalam demokrasi sebagaimana diungkap kyai Ali hanya mementingkan sisi pragmatis. Tujuannya mencapai sesuatu yang diinginkan dengan standar manfaat. Apalagi kalau mulutnya sudah ditutupi dengan uang.
“Dakwah yang seharusnya mengikuti metode Rasulullah berubah mengikkuti manhaj Montesque, JJ Rousseu, Jhon Lock, dan sebagainya. Mereka akan melakukan koalisi untuk mendapatkan kursi kekuasaan,”lanjutnya.
Yang ketiga, nilai awalnya ruhiyah berubah menjadi nilai materi dengan mengajak masyarakat memilih calon dan gambar yang duduk di kursi kekuasaan. Ini adalah cara-cara jahiliyah.
Yang keempat, tujuan dakwah berubah, dari pengharapan ridho Allah menjadi ridho kepada manusia.
“Oleh karena itu istiqomah dalam demokrasi itu sangat berat. Mengikuti metode dakwah bukan melalui demokrasi,”tandasnya.
Acara ini mendapatkan respon positif dari peserta yang hadir. Berkumpulnya ulama Aswaja ini menjadi jalan terang untuk mengikuti dakwah manhaj kenabian.[hn]