Tabalong, (shautululama) – Muzakarah ulama aswaja dan tokoh digelar di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Ahad 1 September 2024. Para ulama dan ustad hadir membahas tema Ulama di Tengah Pusaran Politik.
Berkumpul ulama dan tokoh pada hari itu membahas tema tersebut dan menyampaikan pandangannya.
Direktur Lembaga Kajian Strategis Al Hikam, Pembina Kajian Islam dan Peradaban Dr. Ir Kustaji Sulaiman, MM asal Bogor, Jawa Barat, yang juga praktisi pertambangan batu bara banyak mengupas permasalahan politik dan pertambangan.
Terkait masalah politik di Indonesia terjadi kongkalikong pemerintah terhadap oligarki untuk meloloskan kepentingan mereka.
“Caranya bagaimana? Caranya membuat hukum. Mengubah regulasi,” tegasnya.
Untuk meloloskan sesuatu regulasi, presiden mengangkat ketua atau orang partai sebagai menteri agar mendapat persetujuan di DPR.
Selanjutnya memposisikan keluarga di Makamah Konstitusi supaya ketika ada gugatan regulasi bisa diatasi.
Contohnya seperti pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Secara undang-undang tertolak. Tapi muncul melalui Perpu.
Kondisi itu pun terjadi pada pemberian tambang ke ormas Islam hari ini. “Padahal itu melanggar undang-undang. Tapi mengapa bisa diberikan,” cetusnya.
Termasuk perubahan usia anak Jokowi yang ternyata regulasinya bisa diubah seenaknya sendiri.
Bagaimana dengan rakyat? Rakyat telah dininabobokan dengan bansos. Padahal pemberiannya hanya saat-saat pemilu.
“Jika masyarakat bangkit, pesta pemerintah dan oligarki pasti bubar. Tapi bangkitnya harus ke arah Islam,” imbuhnya.
Instruktur TsaqIB Center, Ustad Gusti Orin menegaskan masalah politik yang rusak lantaran pemahaman sekuler atau pemisahan agama dari kehidupan.
Pemisahan politik dengan agama faktanya ngeri. Maka dihukumi ulama, ini harus dijauhi. Ulama tidak cocok ikut dunia seperti ini karena dapat membuat jatuh harkat dan martabat ulama.
Pernyataan tersebut disampaikan Ustad Gusti Orin muncul karena realistas yang rusak. “Memaklumi saja, tapi saya tidak membenarkan. Politik kita saat ini karena mengikuti selera hawa nafsu manusia,” jelasnya.
Sementara untuk pengertian politik yang benar adalah mengurusi urusan rakyat dengan ketentuan tertentu.
“Dan yang paling memahami tentang urusan rakyat atau ummat yaitu ulama,” terangnya.
Karenanya ulama harus menjadi rujukan bagi para politisi, bukan untuk membenarkan hawa nafsu politisi. “Tidak menjadi alat politisi,” tegasnya.
Masalah pemberian konsesi tambang ke Ormas Islam, menurutnya, bisa menjadi contohnya.
Pasalnya, ketika disampaikan tambang harus dikelola negara untuk menyejahterakan rakyatnya, nanti ormas itu yang dipolitisasi menjadi tameng penguasa pemberi konsesi.
Dampaknya, terjadi perpecahan karena ormas Islam diadu domba. Atau istilah lama sebagainana yang diterapkan Belanda, politik belah bambu.
Ulama harus mengoreksi kebijakan pemerintah. Walaupun nantinya diberikan sanksi.
“Empat ulama imam mazhab saja, melakukan muhasabah kepada penguasa dan pernah disiksa karenanya,” imbuhnya.
“Para ulama tahu, pahala mengoreksi penguasa menjadi pimpinan para syuhada,” imbuhnya.
Perjuangan ulama tidak boleh sendiri. Jika sendiri tidak mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, karena harus berjamaah.
Ustad Pahrul, Pengasuh MT Nurul Musthofa Tanjung mengutarakan demokrasi itu adalah sistem kufur yang penerapannya penuh dusta dari penguasa dan pengusaha kepada rakyat. “Mereka beatur saja,” ujarnya.
Ia juga merasa resah dengan kondisi rakyat yang tidak mempedulikan ulama, untuk urusan politik. “Jika urusan sepele bertanya sama guru, tapi kalau urusan politik tidak pernah,” tegasnya.
Padahal, Islam mengatur seluruh kehidupan yang dapat menyelesaikan seluruh masalah kehidupan. Salah satunya politik. “Kita harus berjuangan meluruskannya,” tegasnya.
Ustadz Dianor abumaulana juga menyampaikan bahwa tugas ulama adalah memberikan pencerahan bagi semua pemimpin ,serta memberikan nasihat agar selalu berbuat adil dan menghindari semua bentuk fasad yang akan merugikan orang banyak
Ustad Rusdianoor sebagai pengajar d pondok pesantren juga menyayangkan kondisi pemerintah dan rakyat sudah sangat jauh dari budaya orang timur, yang tidak malu mengumbar kemaksiatan.
Masalah tersebut diharapkan mendapat perhatian ulama karena sudah meresahkan. “Ulama harus memberikan teguran,” ujarnya.
Menurutnya, ulama harus mengajak semua, termasuk rakyat dari akar rumput untuk bersatu bergerak bersama, dan menjauhi segala percecahan. (ibn)